A. Pembinaan
Karir Pustakawan
Kadang
masyarakat salah persepsi atau bahkan meremehkan profesi
pustakawan. Karena profesi
pustakawan kurang ngetrend dan popular daripada profesi sebagai dokter,
pengacara/advokat, guru, desainer. Sehingga kemudian muncul citra pustakawan
dimata masyarakat hanya sebagai penjaga buku. Hal tersebut terjadi karena tidak
adanya pengenalan sejak dulu mengenai perpustakaan, sehingga perpustakaan
terasa asing bagi maasyarakat selain itu pustakawan sendiri
banyak yang berperilaku semaunya
dan hanya memposisikan diri sebagai
"penjaga buku",
lebih banyak diam, bekerja tanpa inisiatif dan kreatif untuk memberikan
pelayanan yang prima kepada pengguna, dan kemudian terjebak dalam
rutinitas sehari-hari.
Menurut Hermawan, Rachman (2006: 152) Pada satu sisi, masyarakat yang dilayani berkembang dan
pada sisi lain informasipun berkembang pula, baik kuantitas maupun kualitas.
Oleh karena itu pekerja informasi diharuskan untuk mengikuti perkembangan
tersebut agar tidak ketinggalan atau ditinggalkan. Perkembangan yang terjadi
dalam ranah perpustakaan dan informasi sudah diramalkan oleh S.R. Ranganathan (1931) dalam ”Lima hukum ilmu perpustakaan” (Five laws of library science), bahwa”Perpustakaan adalah organisme yang tumbuh” (Library
is the growing organism). Sehingga sebagai lembaga yang tumbuh dan
berkembang maka perpustakaan harus memiliki sumber daya manusia yang dapat
mengikuti dan menerapkan pekermbangan tersebut di perpustakaan, karena kualitas
layanan yang diberikan oleh pustakawan secara tidak langsung juga mempengaruhi
citra pepustakaan di mata pengguna.
Dalam era perkembangan informasi sekarang banyak
sekali pihak yang turut andil dalam aktifitas penyebaran informasi, jika
pustakawan hanya duduk berdiam diri, menjalankan rutinitas di zona nyaman maka profesi
pustakawan kemungkinan akan tergantikan oleh pihak lain terutama internet,
melihat tantangan tersebut pustakawan harus bisa melihaat peluang dan
menyesuaikan diri dengan perkembangan yang ada untuk itu sangat penting bagi
pustakawan untuk selalu melakukan pembinaan karena posisi pustakawan adalah
sebagai manajer informasi yang bertugas untuk menyediakan dan membantu dalam
penyebaran informasi di lembaga induknya.
Agar peranan pustakawan tidak
tergantikan oleh yang lain pustakawan perlu memainkan berbagai peran atau
berperan ganda :
1.
Edukator
(Pendidik)
Menurut Hermawan, Rachman
(2006: 57-58) Sebagai seorang edukator (pendidik) pustakawan harus selalu
melaksanakan fungsi pendidikan yaitu mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik
adalah mengembangkan kepribadian, mengajar adalah mengembangkan kemampuan
berfikir, dan melaktih adalah membina dan mengembangkan keterampilan. Oleh
karena itu pustakawan juga harus memiliki kecakapan mengajar, melatih dan
mengembangkan baik kepada para pegawai maupun kepada pengguna yang dilayani.
Sebagai seorang pustakawan dan pendidik, pustakawan juga harus memahami prinsip-prinsip
yang dikembangkan oleh Ki Hajar Dewantaraa yaitu :
·
Ing ngarsa sung tuladha yang artinya pustakawan harus
mampu menjadikan dirinya sebagai panutan bagi yang lain melalui sikap dan
perbuatan.
·
Ing madya mangun karsa yang artinya Pustakawan harus
mampu membangunkan semangat dan kreatifitas pengguna yang dilayaninya.
·
Tut wuri handayani yang artinya Pustakawan harus
bisa mendorong, membimbing pengguna yang dilayaninya agar bisa mandiri dan
bertanggung jawab.
2.
Manajer
Pada hakikatnya pustakawan adalah manajer informasi
yang mengelola informasi yang akan dilayankan kepada pengguna, karena informasi
yang tersedia setiap waktu akan bertambah banyak, dengan fenomena banyaknya
informasi pengguna akan kebingungan dalam menyeleksi informasi mana yang dia
butuhkan dan mana yang tidak, untuk itu pustakawan disini berperan untuk
menyeleksi dan menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh pengguna. Selain itu
sebagai manajer pustakawan juga harus memiliki jiwa kepemimpinan yaitu
kemampuan untuk memimpin, mengkoordinir, memotivasi dan membuat sebuah inovasi
baru dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari, sehingga pustakawan harus memiliki
pengetahuan mengenai manajemen kepemimpinan.
3.
Administrator
Sebagai seorang administrator pustakawan harus mampu menyusun,
melaksanakan, membuat pelaporan dan mengevaluasi program kerja perpustakaan,
serta dapat melakukan analisis dari hasil yang sudah tercapai, kemudian
memperbaiki dari kekurangan yang ada agar dapat mencapai hasil yang lebih baik.
Untuk itu sangat penting bagi pustakawan untuk memiliki pengetahuan mengenai
manajemen pengelolaan yang meliputi bidang pengelolaan organisasi, penentuan prosedur
kerja dan perencanaan kegiatan. Sehingga diharapkan setiap kegiatan yang sudah
direncanakan dan di tetapkan prosedurnya bisa berjalan secara baik dan
terhindar dari menumpuknya pekerjaan, sehingga pekerjaan bisa selesai tepat
waktu.
4.
Supervisor
Sebagai seorang supervisor,
pustakawan harus dapat :
·
Melaksanakan pembinaan profesional untuk
mengembangkan jiwa kesatuan antar sesama pustakawan sehingga dapat terjalin
komunikasi dan semangat untuk bekerja sama.
·
Dapat meningkatkan prestasi, kemampuan maupun
keterampilan baik itu rekan sejawat ataupun pengguna yang dilayani.
·
Memiliki pandangan yang luas mengenai prospek bidang
pekerjaan dan memahami hambatan serta beban yang akan dihadapi selanjutnya,
sehingga dapat bersikap adil, tegas, bertanggung jawab pada tugas yang
dilaksanakannya.
·
Mampu berkoordinasi dan bekerja sama baik dengan
atasan, sesama pustakawan ataupun rekan kerja dalam satu struktur organisasi
sehingga dapat menyelesaikan permasalahan dan kendala yang dihadapi serta dapat
meningkatkan kinerja unit organisasinya.
B.
Sarana
Pengembangan dan Pembinaan Karir
Menurut
Hermawan, Rachman (2006: 155) Pendidikan merupakan bagian yang menentukan untuk
meningkatkan kualitas anggota profesi., termasuk profesi sebagai pustakawan.
Pembinaan dapat dilakukan melalui pendidikan, baik pendidikan formal,
non-formal ataupun pendidikan informal. Salah satu tujuan dibentuknya
organisasi profesi adalah untuk meningkatkan mutu anggota, disamping
pengembangan ilmu perpustakaan itu sendiri.
Data
pustakawan jabatan fungsional menurut jenjang pendidikan
Tingkat Pendidikan
|
SLTA
|
SM
|
D I
|
D II
|
D III
|
D IV
|
S 1
|
S 2
|
S 3
|
Jumlah
|
693
|
96
|
15
|
353
|
322
|
2
|
1408
|
232
|
0
|
Total
|
2799
|
Sumber: Data Pusat Pengembangan Pustakawan 2011, diunduh
dari http://pustakawan.pnri.go.id/grafik/pendidikan, tgl. 10/10/2012, pukul
10.08
Masalah
utama dalam pembinaan profesi pustakawan adalah perbedaan tingkat pendidikan
yang berpengaruh pada kualitas dan juga kompetensi yang dimiliki, seperti pada
data Pusat pengembangan pustakawan bahwa pustakawan yang menduduki jabatan
fungsional yang berlatar belakang pendidikan S-1 baru 1.408 orang, sedangkan
Pustakawan lulusan SLTA sekitar 693 orang. Karena terdapat perbedaan jenjang
pendidikan yang terkadang terlampau jauh maka pustakawan perlu untuk
menyesuaikan diri dengan mengikuti berbagai macam pendidikan baik formal maupun
nonformal agar bisa mencapai kompetensi yang diharapkan.
1.
Pendidikan Formal
Salah satu cara atau sarana untuk mengembangkan dan
membina karir pustakawan adalah melalui pendidikan formal, pendidikan ini biasanya
di ikuti oleh pustakawan atau calon pustakawan yang ingin menjadi profesional.
Kegiatan pendidikan formal ini dilakukan oleh lembaga-lembaga yang resmi dan
terakreditasi seperti Universitas, institut, akademi, sekolah tinggi dan
sebagainya. Di Indonesia sendiri untuk tingkat pendidikan formal bidang ilmu
perpustakaan terendah adalah jenjang pendidikan D II yaitu di Universitas
Terbuka (UT) dan untuk tingkat pendidikan tertinggi (pasca sarjana) adalah
Strata 3 (S-3).
Dalam rangka peningkatan kualitas pustakawan yang
berdasarkan tingkat atau jenjang pendidikan, Pemerintah RI melalui Keputusan
KEMENPAN NO. 132/KEP/M.PAN/12/2002 tentang jabatan fungsional pustakawan dan
angka kreditnya yaitu untuk mengangkat seseorang Pustakawan tingkat terampil dengan
golongan pangkat II/b yaitu Pustakawan yang memiliki dasar pendidikan untuk
pengangkatan pertama kali serendah-rendahnya Diploma II Perpustakaan,
Dokumentasi dan Informasi atau Diploma bidang lain yang disetarakan.
Berikut adalah daftar Perguruan Tinggi yang menyelenggarakan program pendidikan ilmu perpustakaan
(Hermawan, Rachman, 2006:157):
No
|
Perguruan Tinggi
|
Tahun Berdiri
|
Program
|
Tempat
|
1.
|
Universitas
Indonesia
|
1952/1969/1990
|
D2/S1/S2
|
Jakarta
|
2.
|
IKIP
Bandung**
|
1974
|
S1
|
Bandung
|
3.
|
Universitas
Hasanuddin ***
|
1978
|
D3
/ S1
|
Ujung Pandang
|
4.
|
Universitas
Sumatera Utara
|
1980/1984
|
S1/D3
|
Medan
|
5.
|
Institut
Pertanian Bogor
|
1982/2005
|
D3/S2
|
Bogor
|
6.
|
Universitas
Airlangga
|
1982
|
D3
|
Surabaya
|
7.
|
Universitas
Padjadjaran
|
1984
|
S1/S2
|
Bandung
|
8.
|
Universitas
Islam Nusantara**
|
1984
|
S1
|
Bandung
|
9.
|
Universitas
Gadjah Mada
|
2003
|
S2
|
Yogyakarta
|
10.
|
Universitas
Lancang Kuning **
|
1990
|
D3
|
Pakan
Baru
|
11.
|
Universitas
Sam Ratulangi
|
1992
|
D3
|
Manado
|
12.
|
Universitas
Yarsi **
|
1993
/ 1999
|
D3
/ S1
|
Jakarta
|
13.
|
Universitas
Diponegoro
|
1997
|
D3
|
Semarang
|
14.
|
Universitas
Terbuka
|
1993
|
D2
|
Jakarta
|
15.
|
Universitas
Lampung
|
1998
|
D3
|
Lampung
|
16.
|
IAIN
Ar Raniry, Aceh
|
1995
|
D3
|
Aceh
|
17.
|
IAIN
Imam Bonjol Padang
|
1998
|
D2
|
Padang
|
18.
|
Universitas
Bengkulu
|
1997/1998
|
D3
|
Bengkulu
|
19.
|
UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
|
1999
|
S1
|
Jakarta
|
20.
|
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
|
1997/1998
|
D3/S1
|
Yogyakarta
|
21.
|
UIN Alaudin Makassar
|
1999
|
S1
|
Makassar
|
22.
|
Universitas Wijaya Kusuma**
|
199-?
|
S1
|
Surabaya
|
23.
|
Universitas Negeri
Padang
|
2002
|
D3
|
Padang
|
24.
|
Universitas Lancang Kuning
|
2007
|
S1
|
Riau
|
25.
|
Universitas Negeri Malang
|
2011/2012?
|
D3/S1
|
Malang
|
Keterangan
:
**
= PTS
*** = Program
S1 merupakan program ekstensi
Dengan banyaknya minat dan peluang yang ada maka sekarang ini di
beberapa Perguruan Tinggi berencana untuk membuka jurusan ilmu perpustakaan S-1
seperti di Universitas Negeri Malang yang telah mengajukannya permohonan
ijinnya ke Ditjen Pendidikan Tinggi (Dikti), Universitas Terbuka (UT) juga
berencana membuka S1 jurusan Ilmu perpustakaan pada tahun ajaran 2012/2013
mendatang, dan mungkin akan ada banyak perguruan tinggi yang nantinya membuka
jurusan ilmu perpustakaan.
2. Pendidikan
Nonformal
Untuk
meningkatkan kompetensi pustakawan, disamping melalui pendidikan formal bisa
juga melalui pendidikan non-formal. Pembinaan melalui pendidikan nonformal ini adalah
sebagaai salah satu upaya peningkatan kualitas pustakawan secara bersama-sama seperti
melalui pendidikan dan pelatihan (diklat), penataran (up grading),
simposium, seminar, lokakarya, kursus, magang (on the job training),
studi banding, dan lain sebagainya.
Pendidikan
nonformal tersebut biasanya diselenggarakan oleh Ikatan Pustakawan Indonesia
(IPI), Perpustakaan Nasional RI dan berbagai Instansi yang terkait bidang Pusat
Dokumentasi dan Informasi (Pusdokinfo). Contoh kegiatan pembinaan yang dilakukan
oleh Perpustakaan Nasional RI adalah diklat
penyetaraan yaitu melakukan pendidikan khusus untuk memasuki jabatan fungsional
bagi mereka yang bekerja di perpustakaan dan pusat informasi.
Diklat penyetaraan ini adalah diperuntukan bagi
mereka yang berpendidikan terendah D3 (sarjana muda non-perpustakaan), lamanya
sekitar 480 jam pelatihan. Sedangkan bagi yang memiliki ijazah S1 (sarjana)
untuk memasuki jabatan fungsional pustakawan harus mengikuti pendidikan
penyetaraan sekitar 720 jam pelatihan.
3.
Organisasi
Pusat Pengembangan Pustakawan
Keberadaan Pusat Pengembangan Pustakawan ini berdasarkan
pada Keputusan Kepala Perpustakaan Nasional RI Nomor 3
Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perpustakaan Nasional RI, Pusat
Pengembangan Pustakawan yang berada di bawah Deputi Pengembangan Sumber Daya
Perpustakaan mempunyai tugas melaksanakan pengembangan tenaga fungsional
Pustakawan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Pusat Pengembangan Pustakawan
menyelenggarakan fungsi :
a.
Pelaksanaan pengembangan jabatan fungsional
pustakawan.
b.
Pelaksanaan pemberian akreditasi
pustakawan dan tim penilai.
c.
Pelaksanaan koordinasi dan pengkajian
pengembangan pustakawan.
d.
Pelaksanaan pemasyarakatan jabatan
fungsional pustakawan.
e. Evaluasi
pustakawan dan angka kreditnya serta tim penilai.
Dalam melaksanakan tugas dan fungsi tersebut, Pusat
Pengembangan Pustakawan selalu mengacu pada Visi dan Misi Perpustakaan Nasional
RI yaitu dengan menitikberatkan pada pengembangan karir pustakawan sebagai
sumber daya yang menyelenggarakan layanan perpustakaan. (diunduh dari http://pustakawan.pnri.go.id/aboutus/profile, Tanggal 10/10/2012, pukul 11.08
WIB).
C. Manfaat Pengembangan dan Pembinaan Karir
1. Kenaikan pangkat
Bagi Pustakawan
Dalam bekerja pustakawan dituntut
untuk selalu meningkatkan
kemampuannya khususnya dalam memberikan layanan prima dan layanan penelusuran
informasi yang diberikan perpustakaan kepada pengguna. Sisi lain dari peningkatan kemampuan pustakawan tersebut adalah kemampuan pustakawan dalam mengumpulkan angka kredit untuk kenaikan
jenjang kepangkatannya dalam jabatan fungsional pustakawan.
Sesuai dengan
fungsi pustakawan sebagai petugas yang membantu
pemakai jasa perpustakaan dokumentasi dan informasi, maka ruang gerak
pustakawan akan semakin luas jika yang bersangkutan benar-benar di
tempatkan di bagian perpustakaan atau unit-unit dokumentasi dan
informasi. Pembinaan yang baik bagi karir pustakawan termasuk di dalamnya tugas-tugas ke luar instansi. Misalnya tugas silang-layan antar perpustakaan atau antar Instansi atau Lembaga Dokumentasi dan Informasi. Hal itu turut mendorong kemudahan bagi pustakawan dalam proses pengumpulan angka kredit untuk kenaikan pangkatnya.
(diunduh dari www.pdii.lipi.go.id/read/2011/05/27/kenaikan-pangkat-pustakawan, tgl. 10/10/2012, pukul 20.00 WIB).
pemakai jasa perpustakaan dokumentasi dan informasi, maka ruang gerak
pustakawan akan semakin luas jika yang bersangkutan benar-benar di
tempatkan di bagian perpustakaan atau unit-unit dokumentasi dan
informasi. Pembinaan yang baik bagi karir pustakawan termasuk di dalamnya tugas-tugas ke luar instansi. Misalnya tugas silang-layan antar perpustakaan atau antar Instansi atau Lembaga Dokumentasi dan Informasi. Hal itu turut mendorong kemudahan bagi pustakawan dalam proses pengumpulan angka kredit untuk kenaikan pangkatnya.
(diunduh dari www.pdii.lipi.go.id/read/2011/05/27/kenaikan-pangkat-pustakawan, tgl. 10/10/2012, pukul 20.00 WIB).
2. Meningkatnya
perhatian pengguna terhadap Perpustakaan
Ketika pustakawan melakukan pengembangan dan pembinaan
karir kemudian mengaplikasikannya di perpustakaan dengan cara memberikan
pelayanan yang memuaskan kepada pengguna maka pengguna akan merasa terlayanai
dengan baik, karena pengguna merasa puas dengan pelayanan yang diberikan.
Selain itu dengan pengembangan kompetensi tentu saja pustakawan akan mengetahui
koleksi mana yang dibutuhkan pengguna atau koleksi-koleksi yang sedang ngetrend
dan diminati pengguna dengan demikian pengguna akan merasa senang dan perhatian
terhadap perpustakaan karena berharap mereka bisa menemukan sesuatu yang baru
di perpustakaan.
3. Pengguna
mendapatkan pelayanan yang maksimal
Setiap pengguna yang datang ke perpustakaan memiliki
karakter sifat serta kebutuhan yang berbeda-beda, bagi pustakawan profesional
dia tentu bisa memposisikan diri untuk membantu setiap pengguuna yang
membutuhkan bantuan atau aktif dan inisiatif untuk membantu setiap pengguna
yang kesulitan. Dengan mempelajari setiap karakter pengguna pustakawan akan
bisa tahu pelayanan yang seperti apa yang cocok untuk pengguna tersebut,
sehingga apabila pustakawan memberikan pelayanan yang sesuai dengan karakter
pengguna, maka pengguna akan lebih senang.
Dalam hal ini pustakawan selain memberikan pelayanan
kepada pengguna secara tidak langsung pustakawan juga belajar untuk menganalisis
pengguna dan mempelajari mengenai Psikologi pengguna, bagaimana caranya
mengetahui karakter pengguna yang kemudian dikaitkan dengan pelayanan yang
bagaimana yang nantinya akan diberikan.
D. Hubungan
Antara Pembinaan Karir dengan Jabatan Fungsional Pustakawan
Merunut pada pengertian
pustakawan menurut Keputusan KEMENPAN NO. 132/KEP/M.PAN/12/2002 tentang jabatan
fungsional pustakawan dan angka kreditnya, Pustakawan adalah Pejabat fungsional
Pustakawan yang selanjutnya disebut
Pustakawan adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas, tanggung jawab,
wewenang, dan hak secara penuh oleh
pejabat yangberwenang untuk melakukan
kegiatan kepustakawanan pada unit-unit
perpustakaan, dokumentasi dan informasi instansi pemerintah dan atau
unit tertentu lainnya.
Jabatan
fungsional pustakawan adalah jabatan karir yang hanya dapat diduduki oleh seseorang
yang telah berstatus sebagai PNS, dengan demikian sebagai aparatur Negara dalam melaksanakan tugas
pemerintahan dan pembangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan sistem
kerja pengembangan profesi, kemampuan profesionalisme yang tinggi sangat diperlukan
dalam mendukung pencapaian tujuan NKRI. Oleh karena itu dalam hal ini PNS yang
dibutuhkan adalah PNS yang memiliki mutu profesionalisme yang memadai, berdaya guna,
dan berhasil guna
di dalam melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan.
Untuk
mewujudkan PNS yang dapat bekerja secara profesional tersebut maka pemerintah
mengeluarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 yang menyatakan bahwa PNS perlu dibina
dengan sebaik-baiknya atas dasar sistem karir dan sistem prestasi kerja. Selanjutnya,
UU ini dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1980 yang menyatakan
bahwa dalam rangka usaha pembinaan karier dan peningkatan mutu profesionalisme, diatur tentang kemungkinan bagi PNS untuk
menduduki jabatan fungsional.
Sehingga dapat di katakan bahwa Jabatan fungsional
adalah jabatan yang
memberikan kesempatan pada seseorang untuk mencapai kariernya
menurut kesadaran pribadi,
berdasarkan pada
jenis pekerjaan yang akan
diternpuh serta arti
pekerjaan tersebut bagi
instansi dan dirinya
sendiri. Jabatan fungsional diberikan
atau diresrnikan oleh pernerintah dalarn rangka pernbinaan karier dan produktivitas
kerja pegawai negeri secara rnandiri rnenurut kernarnpuan dalarn suatu sistern
yang berlaku. Dengan jabatan fungsional inilah diharapkan dapat rnernotivasi
pustakawan untuk lebih tertarik
rnenekuni bidang ilrnu perpustakaan, dokumentasi dan informasi secara lebih
profesional. (Afrida Nazir Yanwar, Majalah BACA
Vol. 28, No.2, Desember 2004: 127-128).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar